“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 45-46)

Senin, 04 Juli 2011

HUBUNGAN SERIKAT KARYAWAN MANAJEMEN

Sistem hubungan perburuhan terdiri atas tiga bagian—para pekerja, manajemen, dan serikat pekerja. Pemerintah mempengaruhi interaksi diantara ketiganya. Para pekerja dapat terdiri dari manajer atau anggota serikat buruh, dan sebagian anggota serikat pekerja adalah bagian dari sistem manajemen serikat pekerja (pemimpin serikat pekerja lokal). Setiap hubungan yang terjadi di antara ketiganya diatur oleh perundang-undangan tertentu. Masing-masing pihak dalam model hubungan perburuhan diatas biasanya mempunyai tujuan yang berbeda. Para pekerja lebih mementingkan perbaikan kondisi kerja, upah, dan kesempatan-kesempatan pengembangan karir. Manajemen mempunyai tujuan organisasi secara menyeluruh (misalnya, meningkatnya keuntungan, pangsa pasar, dan tingkat pertumbuhan) dan juga berusaha melestarikan hak-hak prerogatif manajerial untuk mengatur tenaga kerja dan mencapai tujuan-tujuan pribadi para manajer (seperti promosi atau prestasi). Pemerintah berkepentingan dalam menciptakan kondisi ekonomi yang stabil dan sehat, perlindungan hak-hak pribadi, dan keamanan serta keadilan dalam melaksanakan pekerjaan.

 Kerjasama serikat karyawan-manajemen
Perusahaan hendaknya menyadari bahwa kerjasama tidak tercapai secara otomatis, tetapi harus ada inisiatip dari departemen personalia. Manajemen personalia dapat mengembangkan kerjasama antara perusahan dan serikat karyawan melalui:
1. Konsultasi awal
Dengan para pemimpin serikat karyawan untuk membahas masalah-masalah sebelum menjadi keluhan yang lebih formal.
2. Perhatian
Yang sungguh sungguh terhadap masalah-masalah dan kesejahteraan karyawan, bahkan bila manajemen tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan hal itu menurut perjanjian kerja.
3. Panitia panitia kerja bersama
Yang memungkinkan para manajemen dan para pengurus serikat karyawan untuk mencari penyelesaian penyelesaian berbagai masalah yang sering timbul.
4. Program program latihan
Yang secara obyektip mengkomunikasikan maksud perundingan serikat karyawan dan manajemen serta mengurangi kesalah pengertian dan berbsgai bentuk bias lainnya.
5. Pihak ketiga
Yang dapat memberikan pedoman atau pengarahan dan progran yang membuat para pemimpin serikat karyawan dan manajer semakin dekat untuk secara bersama mencapai sasaran-sasaran.

 Hubungan yang kurang harmonis
Tujuan para pekerja, serikat pekerja, manajemen, dan pemerintah seringkali tidak berjalan seiring. Sehingga, sering muncul hubungan yang kurang harmonis, dimana pekerja dan manajemen berusaha untuk memperoleh potongan yang lebih besar dari pendapatan yang ada. Secara historis, SP mengambil sikap yang kurang harmonis dalam interaksinya dengan manajemen. Fokus tuntutannya adalah pada upah, jam kerja, dan kondisi kerja sebagai usaha untuk memperoleh “lebih banyak dan lebih baik” dari yang selama ini diterima dari perusahaan.

 Hubungan Kooperatif
Dalam satu hubungan yang kooperatif, peran serikat pekerja adalah sebagai mitra, bukan pengkritik, dan SP mempunyai tanggung jawab yang sama dengan manajemen untuk mencapai solusi yang kooperatif yang menghasilkan sesuatu seperti yang ditunjukkan dalam “kemitraan dalam perundingan kolektif”. Oleh karenanya, hubungan yang kooperatif membutuhkan suatu hubungan dimana serikat pekerja dan manajemen bersama-sama memecahkan masalah, saling berbagi informasi, dan mencari pemecahan yang integrative.

 Kebutuhan Manusia
Para ahli sangat meyakini bahwa setiap individu terdorong untuk melakukan sesuatu karena ingin memuaskan dirinya untuk mencapai kepuasan tertentu sesuai kebutuhannya.
Abraham Maslow mengembangkan hal diatas dengan mengatakan bahwa terdapat kebutuhan essential tertentu bagi setiap individu dan kebutuhan itu disusun atas beberapa tingkatan. Dikatakan oleh Abraham Maslow bahwa hanya bila seseorang merasa kebutuhan tertentunya terpuaskan, kebutuhan lain akan menyusul.
Tingkatan kebutuhan tersebut adalah :
• Physiological, adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk mempertahankan hidupnya (pangan, sandang, papan)
• Security Need, adanya keinginan untuk memperoleh perlindungan dari ancaman fisik dan psikologis, ancaman dari sakit, ancaman kehilangan pekerjaan
• Affiliation Need, adanya kebutuhan untuk berada dalam suatu kelompok masyarakat
• Recognition Need, (need to recognize), yaitu kebutuhan ingin diakui sebagai orang lain
• Self Actualization Need, dimana mereka ingin diberikan kesempatan untuk memperlihatkan keistimewaannya
Kelima tingkatan kebutuhan itu juga merupakan wilayah perjuangan dan garapan Serikat Pekerja. Terpuaskannya kebutuhan mendorong lahirnya motivasi kerja dan ethos kerja.

 HUBUNGAN INDUSTRIAL
Guna melaksanakan kegiatan didunia industri, diperlukan perpaduan semua sarana yang disepakati antar pihak secara jujur dan terbuka. Hubungan antar pihak didunia industri, hubungan yang terjadi antar pekerja dan pengusaha, melahirkan hubungan industrial.
Dalam menjalankan hubungan industrial itu, diperlukan sarana-sarana sebagaimana ditetapkan dalam UU No 13/2003, yaitu :
• Serikat Pekerja
• Organisasi Pengusaha
• LKS Bipartit
• LKS Tripartit
• Peraturan Perusahaan
• Perjanjian Kerja Bersama
• Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan
• Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Dalam menjalankan Hubungan Industrial itu masing-masing pelaku mempunyai fungsi:
- Pekerja dan Serikat Pekerja, mempunyai fungsi :
1. Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya
2. Menjaga ketertiban guna kelangsungan produksi
3. Menyalurkan aspirasi secara demokratis
4. Mengembangkan keterampilan dan keahlian
5. Memajukan perusahaan
6. Memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya
- Pengusaha dan Organisasi Pengusaha, mempunyai fungsi :
1. Menciptakan kemitraan
2. Mengembangkan usaha
3. Memperluas lapangan kerja
4. Memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis dan berkeadilan
 PRODUKTIVITAS DAN DISIPLIN KERJA

Produktivitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan, baik dalam jumlah terutama dalam mutu. Sementara ahli mengatakan produktivitas adalah perbandingan antara masukan (input) dan keluaran (output).
Produktivitas dan disiplin kerja akan berjalan dengan baik bila :
• Terdapat jalinan hubungan yang baik antara pekerja dan manajemen, terbuka dan saling percaya.
• Adanya pekerja yang memenuhi kualifikasi kerja dan kompetensinya.
• Terdapat suatu system tentang proses dan prosedur kerja yang terbuka, dikerjakan secara sistematis dan terukur.
• Terjadinya pendekatan “job oriented” dan “people oriented” yang melahirkan efesiensi kerja. Hal ini mendorong pula adanya motivasi kerja.
• Terbukanya sarana komunikasi antar pihak dan yang dianggap penting ialah adanya LKS Bipartit yang dibentuk bukan sekedar formalitas.
• Adanya program peningkatan keterampilan kerja sesuai perkembangan ilmu dan teknologi.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap disiplin kerja antara lain :
• Tingkat kesejahteraan pekerja yang rendah bahkan buruk
• Pimpinan dari foreman, supervisor dan manager yang kadang otoriter, apalagi secara teknis kurang menguasai pekerjaan yang diberikan kepadanya
• Pimpinan perusahaan yang hanya terpaku pada pendekatan “job oriented”
• Adanya sikap perusahaan yang mengutamakan “prestige” sehingga menolak kritik membangun
• Adanya lingkungan dan kenyamanan kerja yang tidak mendukung
• Tidak terbukanya kebutuhan untuk berafiliasi dengan teman lain atau tidak adanya kesempatan untuk aktualisasi diri
• Kondisi pekerja itu sendiri
Keadaan diatas tentunya dipengaruhi juga oleh cara recruitment pekerja.
Japan International Cooperation Agency dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pekerja yang direcrut perusahaan adalah :
* Knowledge – 23 %
* Skill – 27 %
* Scholl – 10 %
* Attitude – 38 %
* Recommendation - 2 %
Dengan demikian faktor yang sangat penting dalam peningkatan produktivitas dan mutu kerja adalah sikap, keterampilan dan knowledge. Pelaksanaan Hubungan Industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat sangat tergantung dari kemampuan manajemen untuk mengadakan koordinasi atas fungsi-fungsi tanah dan gedung, material, mesin dan peralatannya, energi dan sumber daya manusia melalui perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, kontrol dan memotivasi, mempertahankan atau pengembangan program guna perolehan hasil barang dan jasa yang telah direncanakan sesuai perkiraan kebutuhan pasar.

Tidak ada komentar: