“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 45-46)

Kamis, 16 September 2010

Oh … what should I Care with love?

“Dek besok kamu berangkat dengan siapa?” itu bunyi sms dari seorang remaja cowok (Restu) yang dikirim ke nomer hp Ayu (aku) beberapa menit lalu.
Lalu aku menjawab “emm…ya seperti biasanya lah kak, aku bareng temen – temenku” itu balasanku.
Beberapa menit kemudian Restu pun menelponku dan ia berkata bahwa kalau aku besok tidak berangkat sekolah akan dijemputnya karena sudah beberapa minggu ini aku selalu diantar pulang oleh restu dan smenjak itu pun aku sangat dekat dengannya sampai – sampai kita kompakan saling panggil kak dan dek.
“hemm…sudah beberapa minggu ini kamu dekat dengan Restu, tapi kok gak ada status sih yu’?” tanya sahabat dekatku (Intan) kepadaku.
Aku bingung menjawab, lalu sambil menuju tempat dudukku, dengan PD aku menjawab “em…sampai saat ini sih belum ada kata – kata pacaran, cm…sebatas kakak dan adek saja”. “hah”? kakak Dan adek? Gila kamu ya! Teman-teman satu sekolah tu dah ngegosipin kamu yang gak-gak, tau!..jawab Intan dengan kaget akupun menjawab, “gosipin apa?” “kamu disangka dah jadian ma Restu lho…pa lagi sama temen-temen sekelasnya Restu dan temen-temen sekelas kita anak-anak 2E dan 2B, jadi berita heboh lho yu…!jawab Intan. Dengan muka memerah aku menjawab “apa?...ah…biarin ajalah itukan Cuma gosip, lagian yang penting kamu, Dista dan Irma percaya ma aku kalau aku emang belum jadian ma Restu…”
Dengan kesal Intan pun menjawab “iyalah …iya!..” kami pasti percaya kok sama kamu.
Tak lama kemudian Dista dan Irma sahabat ku juga, datang di kelas dan menanyaiku sekaligus menasehatiku.
“Pagi…?” sapa Dista.
“hey…pagi juga sob…, wah pagi – pagi pasang wajah serius, ada apa ini…? Jawabku sambil mengunyah permen.
Irmapun langsung menjawab, “yu’…bukannya aku melarangmu, tapi sbelumnya aku mau tanya, Apa…apa…kamu sekarang dah jadian ma Restu? Lalu, kok bisa?”
Dengan tersenyumpun aku menjawab “enggak kok, biasa saja kali, aku dan Restu gak ada apa – apa kok, biasa aja kali, aku dan Restu gak ada apa – apa kok, yah…Cuma sebatas kakak dan adek aja kok…kamu dari tadi datang pasang muka tegang gitu cuma mau tanya itu…?ya ampun Irma, Irma…
Tanpa basa-basi Dista pun langsung menyahut “yu, kamu tu masih lugu blum tau soal pacaran, jadi tolong lah jangan terlalu dekat sama Restu, iya kalau Restu akhirnya nembak kamu, lha kalau enggak…? Trus tiba-tiba kamu jadi cinta ma Restu beneran, hayo gimana?” aku pun menjawab “ah…enggaklah kalau sampai terlanjur cinta, ya emang sih…aku suka ma dia, siapa coba yang gak suka sama orang yang suka basket, tinggi, rapi kalau berpakaian, pinter lagi…”
Iya, aku tau yu, tapi kami telah mengingatkanmu lho ya, kami Cuma takut saat kamu bener-bener cinta ma Restu, e…malah dah sedeket itu, tapi gak ada status yang jelas diantara kalian. Jawab Intan sambil mengerjakan PR nya yang nanti dicocokkan.
Hem…iya deh, iya…aku hati-hati kok, eh ngomong-ngomong kok gak bel-bel masuk kelas ya? Jawabku, sambil mengalihkan perhatian mereka. Dan Dista dan Irmapun ikut mengerjakan Prnya di meja depan tempat dudukku.
Beberapa minggu kmudian, aku dapat kabar bahwa aku harus pindah skolah untuk yang kedua kalinya dan ini adalah kembali ke tempat asalku sebelum aku menjadi anak SMP sekarang ini. Aku harus kembali ke tempat dimana aku dibesarkan dulu yaitu dirumah orang tuaku sendiri karena sebelumnya aku tinggal bersama nenek dan pamanku.
Saat itu pula, pagi-pagi subuh aku bingung bagaimana caraku menyampaikan kabar ini ke tiga sahabatku, lebih-lebih lagi ke Restu. Tapi bagaimanapun aku harus menyampaikan kabar ini. Saat aku berangkat ke sekolah, pagi-pagi aku duduk melamun didalam kelas, Dista, Intan dan Irmapun menyapaku.”
“Pagi cewek…!wih…pagi-pagi dah dateng, pake ngelamun sgala lagi”.
“Akupun tak menjawab spatah katapun, karena aku masih terbawa lamunanku, hmm…rasanya tak adil jika aku hanya diam dan membuat para sahabatku bingung dan cemas kepadaku.
Dengan nada lirih dan sedih akupun mengatakannya, “emm…aku…aku…,” aku tak berani berkata seakan mulut ini mengunci sendiri, aku tak tau bagaimana aku harus mengatakannya. Tiba-tiba Intan mendekatiku, merangkul pundakku dan seraya berkata “yu”…kau kenapa? Kami merasa kamu sedang ada masalah yang amat membebanimu, apa? Ayo ceritakan ke kami!
Setelah mendengar ucapan kata yang disampaikan Intan kepadaku tadi aku berlahan menarik nafas, menghembuskan nafas dan berlahan keteganganku berkurang lalu aku mulai mengucap dan menyampaikan kabar ini ke sahabatku, “begini Ntan, Dis, Ma…kemungkinan besar nanti stelah liburan kenaikan kelas nanti aku dah gak berada di sekolah ini, aku akan kembali tinggal bersama orang tuaku dan meninggalkan kota ini…
“Apa? Kamu bercanda kan yu…? Jawab Dista sambil memegang tanganku. Lalu aku pun menjawab. “Apa selama ini aku pernah berbohong seserius ini?”
Lalu Irma pun menjawab sambil berdiri dari tempat duduknya dan berkata “Aku tahu kamu yu”, aku tahu kamu tidak berbohong dan tidak bercanda tapi knapa harus saat ini, saat-saat yang menyenangkan dalam kehidupan remaja kita ini.
“Aku tak tau, aku bingung” jawabku sambil meneteskan air mata.
“Aku  benar-benar tak mengerti akan rasa aku ini, aku sayang ma kalian, dan aku juga sayang sama Restu, terasa berat rasanya saat aku harus meninggalkan kalian terlebih lagi Restu, aku tak ingin kehilangan kasih sayangnya dan perhatiannya kepadaku…” lanjut ku.
“Apa yu?” benar dugaanku…kau akan sadar bahwa kau akan menyayanginya (Restu) saat kau akan pergi dari sini” sahut Intan.
Beberapa menit kmudian, pelajaran dimulai, sampai guru mengumumkan bahwa 1 minggu lagi akan ada semesteran kenaikan kelas dan setelah itu libur. Seraya aku berfikir bahwa waktuku bersama sahabat-sahabatku dan Restu hanya ± 2 minggu lagi. Pulang sekolah tanpa ku menengok ke kelas Restu aku langsung berjalan keluar kelas dan menuju keluar sekolah untuk pulang baru beberapa langkah aku memijakkan kaki tiba-tiba Restu menghampiriku, dan berkata “hey…dek, kok ninggalin aku? Yuk aku antar pulang lagi?”
Em..gak usah dulu Res, aku pengen jalan bareng ma sahabat-sahabatku dulu, besok aja ya? Jawabku dengan muka bingung, dan lemas.
Yah…oke!gak papa, tapi … kamu hati-hati ya?sahut Restu sambil mengikutiku berjalan pelan-pelan.
Ok…kak Restu! Jawabku sambil tersenyum terpaksa.
Sampaiku di rumah baru saja ingin makan siang tiba-tiba Hpku berbunyi dan ada nama Restu disitu, ingin aku angkat…tapi aku takut dia akan situ, ingin aku angkat…tapi aku takut dia akan menanyakan soal sikapku tadi siang. Tapi kalau tidak aku angkat, dia malah ngira aku masih ma dia, ya…okey…aku angkat telpon darinya,
“hallo…ada apa Res?”kataku.
“hallo dek…, gi apa dek?”jawab Restu.
“lagi mau makan kak, oya ada apa tumben nelfon biasanya kan sms aja.” Jawabku.
“iya ni…kangen, tadi kan aku gak nganter kamu pulang, oya gimana tadi smesteran, bisa ngerjain kan? Kalau aku sih, alhamdulillah bisa. Adek sendiri gimana?” jawabnya sambil menanyaiku kembali.
“em…bisa kok, cuma tadi gara-gara kesantaian ngerjain soal agama, waktunya jadi kurang, jawabku sambil duduk di kursi kamarku.
“oh…gitu…jawabnya.
Beberapa menit kami berbincang diapun sempat mengucap kata sayang kepadaku. Benar-benar berdebar-debar hatiku, tapi aku tetap berusaha tenang, karena aku sadar, bahwa aku akan pergi dari sini dan meninggalkan sahabat dan juga Restu. Saat itu pun aku terdiam dan tak mengucap spatah katapun.
Tiba-tiba Restu mengagetiku dengan suaranya dan berkata “yu..?!? kenapa, salah ya dengan ucapanku tadi?”
“em…eem…enggak kok, enggak, aku…aku cuma kaget, ternyata kita punya rasa yang sama” jawabku gemetar.
Ternyata kamu juga punya rasa yang sama denganku” jawab Restu sambil tersenyum.
“oy kak, udah dulu ya telponnya, aku mau sholat dulu” kataku sambil beranjak dari kursi.
“oya, he, em…sampai ketemu besok ya adekku sayang” jawabnya.
Aku pun tercengang mendengar ucapan terakhirnya tadi dan aku merasa sekarang aku benar-benar jatuh cinta padanya.
Tidak lama stelah aku sholat, orang tuaku mengabariku kalau selepas liburan smesteran aku sudah dipindahkan dari sekolahku yang sekarang ini. Aku tak bisa menahan air mata ku ini, karena itu berarti 1 minggu lagi aku benar-benar akan pergi dari kota itu dan berpisah dengan sahabat-sahabat yang aku sayangi dan orang yang aku cintai yaitu Restu.
Waktu liburan pun kurang 3 hari itu berarti aku hanya mempunyai waktu 3 hari untuk bisa bertemu dengan sahabat-sahabatku dan Restu.
Saat pulang sekolah, aku dihampiri oleh Restu karena pada saat itu aku sedang berangkul-rangkulan dengan sahabtku sambil menangis dan berkata “Ada apa ini? Kenapa kalian menangis?”
“Lho…yu, Restu belum tau soal ini?” tanya Intan sambil duduk dan mengusap airmatanya.
“em…belum ntan”…jawabku sambil melepas rangkulan dengan Dista dan mengusap air mataku.
“lho ada apa sih? Tanya Restu…
“aku…aku dua hari lagi akan pergi dari sini Res…surat pindahku sudah diproses dan …jujur, aku tak bisa berpisah denganmu dan sahabat-sahabatku…jawabku sambil meneteskan air mata lagi.
“Kenapa bisa begitu? Aku kan belum…”jawab Restu kebingungan.
“belum apa Res? Ini semua kmauan orang tuaku, dan aku tak bisa menolaknya, jawabku.
“em…enggak kok, enggak, ya udah kamu jangan mnangis, aku bisa kok maen ke rumahmu, yah…walau berada diluar kota, untuk kamu…apa sih yang tidak?” jawab Restu.
“ya udah…ya udah…kita pulang aja ya,”
“Res, tolong kamu antar ayu ya?!” kata Irma sambil menyangklong tas.
Aku dan Restu serta sahabat-sahabatku langsung menuju keluar kelas dan pulang, saat Restu mengantar pulang aku, kita banyak sekali bicara…smua yang dia katakan kepadaku membuatku lebih menyayanginya. Dia juga menghiburku sampai aku lupa akan kesedihanku tadi.
Waktupun berputar begitu cepat tepat pada hari minggu hari terakhir aku berada disitu karena besok pagi aku sudah dijemput ayahku dan membawa smua barang-barangku ke rumah orang tuaku. Pada hari minggu itu juga aku diajak pergi bareng ma Restu dengan alasan hari perpisahan. Itu alasan Restu mengajakku pergi jalan berdua.
Aku merasa ini adalah akhir dari kisah cinta yang baru aku rasakan kepada Restu. Aku diajak pergi ke tempat yang bernama plasa, disitu kita ngobrol banyak, tapi tak sedikitpun kami membicarakan tentang hubungan kami. Agaknya memang benar ini adalah pertemuan perpisahan.
Stelah aku pulang dari pergi dengan Restu, aku pun disuruh nenekku mengemasi barang-barangku agar besok saat ayahku menjemputku aku sudah siap. Malam-malam sahabat-sahabatku datang ke rumah, saat aku sedang telfon dengan Restu, sketika itu aku minta Restu untuk mematikan telfonnya.
“hay yu…, ngapain diluar sendirian, wah pasti lagi telfon-telfonan ma Restu ya…?! Tanya Dista.
“he…he…kok tau sih, ayo …ayo sini masuk, aku seneng deh kalian maen kesini disaat aku akan pergi bsok…jawabku melemah.
“Yu…sejauh apapun kamu akan pergi, tapi kita akan tetep sahabatan kok…iya gak Dis, Ntan? Jawab Irma menenangkanku.
“iya lah…kita kan sahabat forever…he he…”jawab Dista.
“makasih sahabat-sahabatku, tapi …aku masih bener-bener belum bisa meninggalkan kalian pa lagi Restu, semakin mendekati hari aku pergi dari sini, smakin aku sayang ma dia, pa…ni yang namanya cinta ya?” tanyaku bingung.
Lalu Intan pun menjawab “mungkin, bisa saja”….aku pun terdiam namun setelah beberapa menit kami diam, kami ngobrol dan saling bercanda. Tak terasa malam sudah smakin larut. Sahabat-sahabatku pulang dan sebelum mereka pulang mereka mberi salam perpisahan untukku.
Matahari mulai mengintip disebelah timur, cahaya merah kekuningan tepat kupandang stelah aku sholat subuh pagi-pagi itu aku bersih-bersih kamar, sampai jam 09.00 pagi ayahku datang dan menjemputku. Aku mandi, berpamitan dengan nenek dan pamanku, stelah itu aku ikut ayahku pulang ke kampung halamanku.
Beberapa minggu stelah aku pergi dari kota sahabat-sahabatku itu, Restupun menelfonku stiap hari…sms dan sesekali main ke rumahku, padahal…jarak dari kampung halamanku ke rumah nenekku itu pun cukup jauh. Karena itu aku jadi smakin sayang kepada Restu. Dan saat itu juga aku baru merasakan/menyadari bahwa aku cinta Restu. Dia cinta pertamaku…tapi kenapa saat aku sadar akan hal itu, aku dan Restu tiba-tiba lost contek, yang biasanya stiap hari sms aku atau telfon aku, ini…paling-paling sminggu sekali. Aku bener-bener tersiksa akan hal itu. Apalagi saat aku mendengar dari ketiga sahabatku itu, kalau Restu dekat dengan perempuan lain. Sampai-sampai aku menangisi hal itu. Tapi apa dayaku, aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku merasa tersakiti dan inilah kali pertama aku merasakan sakit hati karena cinta. Ya…walau memang Restu tak bisa disalahkan karena aku yang meninggalkannya, aku yang pergi dari sampingnya. Hari-hari ku tepatnya stengah tahun stelah aku pindah aku jalani tanpa suara Restu, tanpa kata-kata Restu, tanpa canda tawanya lagi dan akupun juga tak berani dan tak berhak atas dirinya, karena diantara kita memang tak ada status yang jelas. Sampai pada akhirnya aku menemukan sosok laki-laki yang membuatku tertarik, karena kepandaiannya dan kesederhanaannya. Ternyata laki-laki itu pun juga memiliki rasa tertarik kepadaku, dia bernama Dika, saat ulang tahunku yang aku tunggu slain ucapan dari orang tua dan sahabatku, aku juga menunggu ucapan dari Restu, tapi apa? Bukan Restu, tapi Dikalah yang mengucapkannya, sampai aku mau diberi barang namun aku menolaknya karena dalam batinku aku merasa jika aku terlalu dekat dengan Dika, berarti aku mengkhianati Restu, tapi…ternyata smua ksetiaannku itu tak ada artinya sampai aku lulus dari SMP pun Restu tak pernah muncul lagi dihadapanku.

Jujur hatiku benar-benar terluka dan sakit, sampai pada akhirnya aku mulai bisa menerima Dika dihatiku, tapi…ternyata Dika sdah tak respek lagi kepadaku, mungkin karena dulu…aku tidak mau terlalu dekat dengannya. Yah aku simpan rasa itu sampai-sampai aku bingung sendiri, dihatiku masih ada cinta untuk Restu tapi mana dia? Dia tak dapat menepati kata-katanya kepadaku dulu. Jika teringat akan hal itu hatiku benar-benar sakit. Karena ternyata Restu ingkar kepadaku.
Hari-hari kujalani dengan aktif aku mengikuti berbagai organisasi di sekolah dan aku mulai mlupakan cinta, cinta untuk Restu, cinta untuk Dika yang kuragukan. Mulai saat itulah aku berprinsip jika cinta remaja bukanlah suatu hal yang penting, tapi malah merugikan, sampai-sampai ada beberapa laki-laki baik mendekatiku, beberapa kali menyatakan cinta kepadaku, tapi smua kujawab dengan halus namun tegas yang jawabannya adalah “oh…what should I care with love?” “untuk saat ini organisasi adalah pengisi waktu luangku, bukan “cinta”, oke!” itu jawabanku kepada stiap laki-laki yang menyatakan cinta dan menginginkan aku menjadi pacar mereka. Mrekapun masih tetap tak menyerah sampai saat ini, walau mereka tak tahu bahwa aku benar-benar tak perduli soal cinta. Cinta yang pernah membuatku terjatuh, terluka dan menangis apalagi membuat waktuku bersama sahabatku terbuang hanya karena menuruti CINTA yang buta I am very not care with adolescent love.

                                                    ____ Bersambung ____

*nunggu cerita selanjutnya dari kawan saya yang (namanya)tidak mau disebutkan*