Senin, 15 Oktober 2012
~~ Cinta Itu Kamu ~~
Angin malam berhembus, menerawang kedalam pori-poriku. Langkah kecilku menyapu setiap jalan ditengah perkotaan.
"Hmmm,,,,,,,,,,,,," ku menghela nafas panjang. Sedari tadi ku berjalan tak sadar ku sudah berada jauh dari rumahku.
"ah,,,,,mau kemana aku? " aku bertanya tanya sendiri pada diriku. Sejenak fikiranku menerawang kesebuah percakapan tadi di telpon dengan kawanku. Ya ....kawan yang lama-lama mulai bersemai dihatiku.
"Assalamu'alaikum,,,hehehehe" itulah awal Afif menerima telpon atau menelpon. hm,,,,,Afif. Yah….. nama itu yang membakwaku menulusuri perjalananku malam ini. Dia adalah seorang teman yang mulai bersemi dihatiku. Dia mulai mengisi langit-langit hatiku, warnanyapun berupa warni-warni pula.
"wa'alaikumsalam...." jawabku, entah mengapa. setiap dia menghubingi aku, dunia serasa berubah menjadi warna warni pelangi. yang meneduhkan langit setelah hujan atau gerimis.
"gw ganggu ga? " pertanyaan polosnya mulai menggelitik telingaku.
“ya ampun…..gw mah ga akan pernah ke ganggu sama kehadiran lo fif” jawabku
“hehehehe,,,,,makasih yah farr”
“ada ape nih?”
“ngga ada apa-apa sih cuma kangen aja ama suara lo!”
“Ou…yayaya, secara gitu bidadari emang wajib bin harus kalo dikangenin…hehehe”
“Huh…..penyakit PD lu kumat yah? Udah diminum belom obatnye?”
“Abis fif! belum gw tebus lagi, maklum BBM naik lagi”
Aku dan afif pun tertawa sejadinya.
“Eh do’ain gw yah!” pinta Afif disela-sela tawa kami.
“Do’ain apa ?”
“Besok gw mau Khitbah Delisa!”
Tak karuan rasanya hati ini, darah seolah naik keatas kepala. Aku menjadi pucat pasi.
“Oh yah? Serius lu?” Tanya ku gugup.
“Ya iyalah, masa becanda gw! Ini masalah serius non!”
Aku langsung terdiam, tertegun sejenak, tak terasa air dimataku menetes, beruraian tak terbendung lagi.
“Baguslah, eh udah dulu yah”
Tanpa basa basi aku langsung menutup telpon dari Afif. Dan inilah awal aku menelusuri perjalanan malam ini.
Sepertinya angin malam mulai menusuk kulit. Aku sangat suka berada ditengah keramaian malam jalanan. Suasana malam selalu membuat hatiku yang bergembira menjadi lebih gembira, dan menjadikan hatiku yang sedih sedikit bergembira. Lampu-lampu kota yang indah jika terlihat dari atas gedung, indah dimalam hari tapi bagai penyulut api disiang hari. Karena panasnya bumi dan sumpeknya isi bumi. Namanya juga kota.
Aku menghela nafas, selalu begitu, menghela nafas untuk mencegah dinding kantung air mata yang akan jatuh satu persatu. Tapi kali ini tak tertahan. Ah……..seharusnya aku bahagia temanku akan meminang seorang wanita sholehah seperti Delisa walau aku tak pernah tau siapa dia, dan dimana. Sepertinya aku tak mau tau tentang “DELISA” itu. Tapi Ya Rabb, aku tetap manusia yang punya rasa, dan hati ini tidak bisa dibohongi.
Arlojiku selalu berlari berputar, waktupun tak kunjung usai, dia selalu berjalan dan akan terus berlari tak akan pernah berhenti semasa bumi masih dalam putaran porosnya. Dan hidup ini ? akan tetap kujalani walau hatiku remuk redam.
Aku melangkah pulang, sedikit gontai, tapi ku usahakan tetap tegar.
“Afif kan hanya temanmu Faraaah, teman biasa! Hanya teman Akrab” aku coba untuk menghibur kepiluanku dengan menasehati diriku sendiri.
Pukul 10 tepat aku masuk kerumah. Suasana sudah sunyi sepi, dan aku terhanyut dalam mimpi.
Hari bergulir kembakli, pagi menyapa, dalam subuh kutergulai lemah, bersimpuh pada yang kuasa, memohon ketegaran diri yang hina, tetesan air mataku tak bisa ku bendung.
“Ya Rohman, aku ternyata benar-benar telah jatuh cinta padanya, hatiku luluh lantah dibuatnya, tak adalagi episode denganya”
Kutanggalkan mukenaku, kusapa pagi dengan hati yang teduh. Janjiku tak akan melirih padanya lagi.
“Pagi mah !” sapaan hangat untuk ibuku,
“Pagi, semalem pulang jam berapa ?”
Ternyata mamah selalu mengerti aku, beliau tau apa yang berkecamuk dalam benakku. Dan beliau juga tau apa obatnya. Yaitu kesegaran malam.
“Semalam mbak Ririn telpon kamu tuh nenk!” mamah masih membolak balik secarik kertas, mungkin daftar belanjaan untuk hari ini.
“Oya?”
Masya Allah, begitu malu aku. Mengingat semua ini aku menjadi rapuh, aku merasa tak berdaya dihadapanNya. Itulah aku yang baru mengenal akan kesempuranaan islam, terlalu banyak khilaf yang ku sengaja. Astagfirullah.
Segera kuhubungi mbak Ririn, mataku berkaca-kaca. Ah………, aku begitu cengeng!
Telponnya selalu sibuk, aku maklumi. Karena amanah da’wahnya begitu besar. Selalu kucoba beberapa kali dan nyambung! Alhamdulillah
“Assalamu’alaikum” kusapa seseorang disebrang sana
“wa’alaikumsalam, dek Farahkah?” Jitu memang tebakan mbak Ririn.
“Iya mbak kok tau?”
“Suaramu khas dek”
“Hehehe, semalem mencariku?”
“Iya, kemana kamu kemarin tak ikut kajian?”
“Oh….kemarin dikampus ada rapat dadakan! Memang sms ku tak sampai?”
“Nda ada sms darimu, kebanyakan juga dari suami mbak!”
“Weleh, ngga usah diomong juga kudah tau kali mbak, pengantin baru toh! Hehhehe!”
“dasar! Ya wis,,rapopo. Jadi gimana bisa nda ketemu hari ini?”
“insya Allah, jam berapa ?”
“Ba’da Zuhur!”
“Ok! Dirumah mbak?”
“Yah!”
“Ya wiss, sudah dulu yah mbak. Assalamu’alaikum!”
“wa’alaikumsalam. Ditunggu ya dek”
“OK!”
KLIK
Telponpun tertutup, aku merenung dan ingin sekali aku berteriak. Tapi lebih baik kunanti malam yang akan menjadi kesaksian kesedihanku.
Tiba dirumah mbak Ririn aku langsung memeluknya, dipelukkanya aku merasa nyaman, serasa aku berada di tengah lautan dan duduk disudut perahu. Mbak Ririn adalah orang yang selalu mengerti aku, keluh kesahku, riang tawa ku. Dia tau segalanya tentang aku, dan rasa ini? Tak bisa kusembunyikan darinya. Kuceritakan semua keluh kesahku karena Afif, dan tanpa malu aku bilang aku begitu mencintainya.
“Begitulah cinta, dan syaiton bermain. Dalam hati yang ingin kamu keruh untuk dijadikan sejernih air Zam-Zam banyak sekali godaan yang akan kamu pikul. Salahmu, kau menanggalkan hukum syara’ ketika bergaul dengannya, tidakkah kamu malu pada Allah? Perasaan itu akan muncul tanpa diminta dan tanpa di undang, dia akan datang dengan seenaknya lalu pergi begitu saja meninggalkan diri tanpa memandang luka dihati, dan itulah cinta. Kembaklikan semuanya kepada Allah, Tetapkan hatimu untukNya”
Bagai embun yang menetes didedaunan ketika kesejukan pagi bernyanyi. Begitu yang kurasakan saat mbak Ririn mulai bermain lincah dengan tausyiahnya. Hatiku menjadi tenang, galau sudah meredam. Ku teguk air yang disediakan, untuk menahan titis air mataku, tapi tetap saja aku tak mampu membendungnya.
“Menangislah, suamiku juga nda ada dirumah!”
Cetus mbak Ririn sambil berlalu kekamarnya. Mengambilkan satu kotak tisyu untukku, untuk mengapus air mata ini.
“Terima kasih mbak”
Mbak Ririn hanya tersenyum menggelitik, aku memandangnya penuh Tanya!
“Dasar yah anak muda, makanya! Kenapa Allah menyeru kita untuk segera menikah ketika sudah siap atau berpuasa kalau belum siap. Ya inilah. Ada-ada aja cerita tentang cinta”
Aku hanya meringis, entah ikatan apa yang memeprsatukan kami sehingga tak ada batasan malu diantara aku dan mbak Ririn.
“Sudah Adzan Ashar, sedang sholat?” Tanya mbak Ririn
“Iya”
“Ambilah wudhu, mintalah padaNya jalan yang terbaik untuk menyelesaikan masalahmu ini. Serahkan semua ini pada Maha dari segala maha, kuasailah dirimu. Jangan pernah syaiton asik berkeliaran tak tentu dalam sini” mbak Ririn menunjuk tepat ke arah jantungku berdetak. Aku hanya bias mengedipkan kedua mataku.
Setelah selesai wudhu dan sholat, kulihat mbak Ririn tampak rapih.
“Mau pergi yah mbak?”
“Iya!”
“Oh….!”
“Mau ikut?”
“Kemana?”
“Kerumahmu!”
“Kerumahku?”
“Iya!”
“Ah….mbak ini jangan ngarang! Aku kan ada disini, mau ngapain kerumahku. Oh…mau main ketemu sama mamah?”
“Ngga!”
“terus?”
“Ayo kita berangkat kerumahmu!”
Dalam perjalanan aku bingung dan bertanya-tanya.
“ada apa sih mbak?”
“Ngga ada apa-apa kok!”
Aku mulai memendam kecurigaan, biarkan aku bertanya pada diri sendiri.
Tiba dirumah beberapa orang sedang berkumpul, kulihat suami mbak Ririn menyapa mbak Ririn. Aku terheran, seperti keledai yang sedang dibodohi seekor kancil. Terdiam, termangu, Melongo, dan perasaan aneh berkecamuk.
“Hai farr!”
Aku begitu kaget melihat Afif ada dirumahku.
“Assalamu’alaikum, hai….”
“Oh…iya lupa, wa’alaikumsalam!”
“Masuk-masuk” perintah Afif padaku.
Wah………apakah dunia sudah mulai terbalik? Yang punya rumah seperti tamu yang baru pertama kali datang kerumah tersebut. Aku mengikuti perintah Afif dan mbak Ririn serta suaminya. Ada apa gerangan.
“Kenalin, nih orang tua gw. Ini mamah gw” Tunjuk Afif pada salah satu wanita tua disudut kiri ruang tamu.
“Ini papah gw!”
“Hus….sama calon istri kok gw-gw sih ngomongnya”
Hah? Calon istri? Makin bingung saja aku dibuatnya.
“Iya…..Delisa itu Kamu, dan Cinta itu kamu!”
Entah rasa apa yang ada saat ini, pelangi berawankan Guntur. Mungkin lebih Tepat untuk menghiasi hari ini. Dan mbak Ririn diam diam berkonspirasi!
*Dipostkan sebelumnya oleh sumber lain *
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar